Tulisan ini berawal dari
berita di RB tentang Sekolah di Kabupaten Mukomuko yang siswanya rebutan toilet
juga berita tentang “Seratus PNS Dinkes Rebutan Satu Toilet” (RB/25/11/12). Dimana-mana
banyak orang membicarakan tentang toilet, di
kota-kota besar ada yang update status facebook di dalam toilet. Dalam
acara ASEAN Tourism Working Groups and Committees Meeting pada 18-20 September
2012 pembicaraan toilet umum untuk lokasi wisata membahas standarisasi toilet.
Bahkan, ada penilaian terhadap toilet-toilet yang berada di bandar udara, kebun
binatang, dan lokasi wisata lainnya. (Tempo.co/20/9/2012). Negara-negara yang
ikut dalam ASEAN Tourism Working Groups and Committees Meeting di Yogyakarta
adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina,
Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Sebanyak 90 delegasi mengikuti
acara itu dengan beragam program termasuk unjuk masakan dari masing-masing
delegasi. Bayangkan, seluruh negara
membicarakan tentang toilet. Bapak Jero Wacik juga membicarakan tentang toilet
yang berkaitan dengan pariwisata di Indonesia.
Menurut World Toilet
Organization (WTO), organisasi nirlaba global yang bergerak di bidang sanitasi,
saat ini sekitar 2,5 miliar orang atau setara 40 persen penduduk dunia belum
memiliki toilet yang layak. Berarti sekitar 1,1 miliar orang terpaksa buang air
besar dan kecil di tempat terbuka. Kondisi tersebut bisa berdampak buruk pada
lingkungan. Lingkungan menjadi tercemar. Sebagai contoh, air yang tercemar limbah
kotoran manusia tidak layak dikonsumsi. Keadaan seperti itu juga berimbas buruk
pada kesehatan manusia sebab akan menimbulkan berbagai penyakit, seperti diare,
muntaber, dan campak. WTO menemukan bahwa 1 dollar AS investasi untuk
pengembangan sanitasi akan meningkatkan pendapatan ekonomi menjadi 3–4 dollar.
Secara otomatis hal itu akan meningkatkan pendapatan negara dan rakyat.
Toilet di Sekolah
Sekolah tidak hanya berfungsi sebagai tempat menuntut
ilmu, sekolah juga dapat menjadi tempat penularan beberapa penyakit. Bukankah ini sangat mengkhawatirkan bagi
kita, sekolah yang selama ini kita anggap aman menjadi tidak aman dikarenakan
sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai tersebut. Apalagi di sekolah-sekolah
tertentu yang siswanya aktif sampai dengan 8 jam sehari. Bagaimana sekolah
dapat menjamin siswanya sehat apabila bangunan sekolah tersebut tidak mendukung
seperti kondisi atap yang bocor dan jumlah toilet yang tidak sesuai dengan
jumlah murid yang ada (seperti yang terjadi di Kabupaten Mukomuko). Sudah
saatnya kita merenung sejenak untuk menjawab pertanyaan : apakah sekolah di
Bengkulu sekarang ini sudah termasuk kategori sekolah yang sehat??? Dan
bagaimana sekolah yang sehat itu..??. Kondisi sekolah yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan merupakan ancaman bagi peserta didik dan warga sekolah
untuk terkena gangguan kesehatan dan penyakit menular seperti Demam Berdarah,
cacingan, TBC, diare, dll.
Tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai disekolah, baik kualitas maupun kuantitas harus diupayakan secara terus
menerus termasuk perawatan dan pemeliharaannya dengan melibatkan semua potensi
yang ada di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang sehat sangat
diperlukan, selain dapat mendukung proses pembelajaran diharapkan juga dapat
membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat.
Pelaksanaan Akreditasi sekolah sesuai
dengan Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 60, Peraturan Pemerintah No. 19
Tahun 2005 Pasal 86 & 87 dan Surat Keputusan Mendiknas No. 87/U/2002. Kita
patut bersyukur di Propinsi Bengkulu sudah banyak sekolah yang berpredikat
Akreditasi “A”. Sudah saatnya pencapaian akreditasi ini mempertimbangkan Kepmenkes no. 1429 Tahun 2006Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Sekolah yang bertujuan
meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan, perilaku hidup bersih sekolah yang
sehat, bersih dan nyaman, dan terbebas dari ancaman penyakit. Didalam Kepmenkes
tersebut diantaranya dicantumkan ketersediaan WC dalam hal jumlahnya.
Perbandingannya adalah : 1 WC untuk 25 siswi dan 1 WC untuk 40 siswa.
Toilet di Kantor
Ini yang lebih
memprihatinkan lagi.... di Dinas Kesehatan Kota Bengkulu keberadaan toilet
dikantor tersebut 1 berbanding 100. Dinas Kesehatan yang selama ini kita anggap
“lebih mengetahui tentang kesehatan” hanya memiliki 1 toilet. Masalah toilet
memang bukan masalah ilmiah. Tapi bukan berarti tak layak mendapat perhatian
dari kita semua. Sebelum kita ribut mengenai masalah-masalah lebih besar
yang kita claim mampu kita atasi, marilah kita coba atasi masalah yang
jauh lebih kecil ini dulu. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1405 Tahun 2002 Tentang Persyaratan kesehatan lingkungan kerja Perkantoran
dan industri dicantumkan ketersediaan WC dalam hal jumlahnya.
Perbandingannya adalah : 1 WC untuk 25 karyawan pria dan 1 WC untuk 20 karyawan
wanita.
Biaya
Pembuatan Toilet
Pembiayaan dalam
pembuatan toilet di sekolah terbentur dana, dana BOS peruntukannya hanya untuk
kegiatan proses belajar mengajar dan peruntukan sarana lainnya selain pembuatan
toilet.
RAPBD yang diusulkan
oleh Dinkes Kota sebesar 9,4 milyar belum termasuk renovasi gedung,
diperkirakan akan membengkak menjadi 10 milyar yang peruntukan salah satunya
untuk pembiayaan pembuatan toilet.
Yang menjadi masalah
sekarang, apabila pengadaan pembuatan toilet tersebut menjadi beban bagi
pemerintah, kenapa biaya pembuatan toilet tersebut tidak mengambil dana dari beberapa sanksi yang dilakukan di sekolah
ataupun di pemerintahan. Misalnya ada
hukuman di sekolah bagi siswa yang ketahuan 2 kali menonton film porno
disekolah diberi sanksi membuat 1 toilet disekolah tersebut, atau siswa yang
membawa 2 gram ganja di beri sanksi membuat 1 toilet. Di pemerintahan misalnya
koruptor yang korupsi sebesar 10 juta diberi sanksi membuat 1 toilet, atau
pengedar ganja, heroin dan sejenisnya diberi sanksi membuat 1 toilet.
0 Response to "KesLing di Sekolah"
Posting Komentar